Selasa, 19 November 2013

Yoga



Yoga Marga
Kata yoga berasal dari bahasa Sansekerta yuj, artinya menghubungkan atau hubungan , yakni hubungan yang harmonis dengan objek yoga. Tetapi apakah yang dimagsud? Maharsi Patanjali dalam kitabnya, Yogasutra (I:2) mendifinisikan yoga : yogas citta vrtti nirodhah. Artinya, mengendalikan gerak-gerik, pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah-polah pikiran yang cenderung liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam objek (yang di khayalkan) member nikmat. Objek keinginan yang dipikirkan member rasa nikmat itu lebih sering kita pandang ada di luar diri. Maka kita selalu pergi mencari. Bagi sang yogin. Inilah pangkal kemalangan manusia. Sebagai makhluk malang, karena sibuk sebagai pelayan melayani berbagai aneka keinginan. Dan, ternyata keinginan itu tidak pernah dipuaskan.
Oleh karena itu, kini kita mulai menyadari bahwa mengendalikan pikiran adalah hal yang terpenting. Mengendalikan dalam konteks yoga lebih berarti amuter tutur pinahayu ‘membalik kesadaran secara benar’ (Kanwa, X:1). Artinya, kesadaran yang sebelumnya cebderung mengarah keluar dan suka berada di luar diri adalah kesadaran yang lebih cenderung terjebak, karena seringkali didasari oleh pengetahuan yang keliru. Oleh sebab itu, kini kesadaran itu mesti dibalik. Maksudnya, pikiran hendaknya diusahakan berdasarkan atas pengetahuan yang benar. Biar seimbang dan tidak cenderung lupa diri, sewaktu-waktu dalam waktu yang tepat kita perlu meluangkan waktu untuk membalik pikiran, yakni diarahkan ke dalam diri dengan cara :
1.      Duduk mantap dalam diam terpejam;
2.      Dengan nafas halu alami;
3.      Lalu secara rileks menarik pikiran (indra) agar terlepas sebentar dari aneka objek nikmatnya diluar;
4.      Terus diarahkan kembali pulang kandang, ke dalam diri;
5.      Terus dibiaskan terkonsentrasi menembus lapis-lapis dirimenuju pada satu titik pusat meditasi (missal, paada salah satu cakra ‘simpul bathin’);
6.      Disitu lalu ditenangkan, dimurnikan, dan dikontemplasikan dalam renungan mendalam;
7.      Dan bila berhaasil mencapai puncak perenungan mendalam itu, maka terseraplah dalam kelenyapan dalam itu, kebahagiaan sejati.

Kata sang Rsi, ia yang ulah pageh ‘tekun berusaha dan mantap’ seperti itulah yang disebut-sebut sebagai orang yang berhasil dalam yoga : mendapat pencerahan yang membehagiakan. Cirinya, ia punya siddhi atau taksu ‘daya bathin dan kharisma’. Mpu Kanwa mengisyaratkan kepada kita bahwa, yoga adalah jalan kesucian untuk menemukan,memahami, dan mengalami kemanunggalan yang suci. Pengalaman religious itu sulit dilukiskan dengan kata-kata, karena itu Mpu Kanwa memakai bahasa kias. Diri kita diibaratkan sebagai sebuah tempayang yang berisi air. Secara potensial, di setiap tempayang yang berisi air pastilah berisi bayangan bulan. Pada tempayang yang airnya keruh dan kocak bayangan bulan itu tentulah tidak tampak. Sebaliknya, pada tempayang yang berisi air bersih, jernih, tenang bayangan bulan tampak jelas. Yang dimagsud bayangan bulan adalah jiwa. Lebih tepatnya Atma ‘roh atau Sang Diri Sejati’. Demikianlah sesungguhnya keberadaan Atma  ‘roh’ itu pada setiap yang menjadi, pada setiap orang. Akan tetapi, Atma ‘roh’ menjadi sakala ‘tampak nyata’ hanya pada ia yang rajin mengamalkan yoga.
Simpul kata, yoga adalah jalan untuk mulat sarira ‘merefleksi diri, introspeksi diri’ yang menyebabkan orang tahu diri. Disebut juga sebagai jalan panyupatan  ‘ruwatan’ yang dapat menjadikan orang suci lahir dan bathin. Suci berarti sahrdaya, yakni sehati dalam Tuhan Yang Mahasuci.
Tujuan riil (jangka pendek) orang belajar yoga adalah agar menjadi manusia rahayu : sehat dan bahagia lahir dan bathin, tidak sakit-sakitan, terhindar dari penderitaan. Agar menjadi manusia sadar:dapat melakasanakan tugas hidup sebagai mana mestinya.
Sementara tujuan ideal (jangka panjang), yakni mendapatkan pengalaman religius, yakni mengetahui,mendalami dan mengalami kemanunggalan dengan Sang Jati Diri, manunggalnya Atma ‘roh individu’ dengan Brahman ‘roh semesta, Tuhan’. Akan tetapi, bagi pengagum daya magis, siddhi ‘kekuatan supranatural’ itulah dijadikan tujuan utamanya, maka ia melaksanakan yoga yang khas. Ajaran yoga adalah anugrah yang luar biasa besarnya dari Rsi Patanjali kepada siapa saja yang melaksanakan hidup kerohanian. Ajaran ini merupakan bantuan kepada mereka yang ingin menginsyafi kenyataaan adanya roh sebagai azaz yang bebas, bebas dari tubuh indriya dan pikiran yang terbatas. Karya pertama dari ajaran ini ialah yoga sutra tulisan Rsi Patanjali. Beliaulah pendiri sistim ajaran yoga, walaupun unsure-unsur ajarannya sudah ada sebelum karya tulis ini.

A.    Penciptaan Alam Semesta Menurut Ajaran Yoga
Dalam ajaran yoga dijelaskan bahwa dua asasi pokok yaitu Purusa dan Prakerti merupakan suatu kenyataan terakhir dari segala sesuatu. Jumlah Purusa jamak dan alam semesta dialirkan dari Prakerti, dengan perkembangan dari mahat/budhi, ahamkara, manas, panca buhindriya, panca karmendriya, panca tan matra dan panca maha butha yang diterima oleh yoga.
Dalam proses penciptaan alam semesta menurut ajaran yoga sama pula dengan ajaran samkya yaitu secara evolusi dimana citta dipandang sebagai hasil pertama dari perkembangan prakerti. Yang dimagsud dengan citta ialah gabungan budhi, ahamkara, dan manas. Citta memantulkan kesadaran dari purusa sehingga dengan demikian citta menjadi sadar dan berfungsi dengan bermacam-macam cara.
Tiap purusa berhubungan dengan suatu citta, yang disebut dengan karana citta. Karana citta dapat berkembang dan mengecil sesuai dengan tubuh atau tempat yang ditempatinya. Karana citta mengecil dalam tubuh binatang tetapi mengembang dalam tubuh manusia. Karana citta yang berhubungan dengan suatu tubuh disebut karya citta. Tujuan system yoga adalah mengendalikan citta dalam keadaan yang semula, yang murni tanpa perubahan sehingga dengan demikian purusa dibebaskan dari pendderitaan. Di dalam hidup sehari-hari citta menyamakan diri dengan yang disebut wretti, yaitu bentuk perubahan citta dalam menyesuaikan diri dengan objek pengamatan.
Dengan memulai aktifitas citta purusa tampak seolaholah berbahagia dan menderita. Aktivitas citta dipengaruhi oleh Tri Guna, sehingga dengan demikian manusia terlibat dalam samsara, yaitu mengalami kelahiran berulangkali. Kecendrungan manusia mengalami penderitaan itu ialah karena disebabkan oleh klesa-klesa yang ada dalam dirinya yaitu :
Awidya (ketidaktahuan), asmita yaitu menyamakan purusa dengan  tubuh, pikiran dan perasaan diri pribadi, raga (terikaat pada nafsu), dwesa (ke-engganan untuk menderita), dan abhinewesa (keinginan hidup yang panjang)
Agar purusa dapat dilepaskan dari ikatan dari prakerti, seorang hendaknya dapat menindas wretti, yaitu dengan meniadakan klesa-klesa sebab klesa-klesa itu mewujudkan suatu fungsi yang menjadi suatu dasar pembentukan karma, yang menimbulkan awidya. Jadi di dalam hidup kejiwaan manusia terdapat suatu perputaran yang tiada putus-putusnya, yaitu perputaran wretti, keinginan klesa-klesa, ketidaktahuan dan sebagainya.

B.     Etika Yoga : Yama – Niyama Brata
Untuk dapat ekagra ‘memusatkan pikiran secara benar dan baik’ lalu mencapai nirudha ‘keadaan senang sentosa’, orang pertama-tama dianjurkan untuk mentaati brata yoga ‘disiplin yoga’ yang disebut Yama dan Niyama Brata. Yama artinya pengekangan diri yang mesti senantiasa dilaksanakan. Sedangkan Niyama Brata adalah janji dari yang dapat dipandang sebagai pengokoh yama. Niyama dapat dilaksanakan secara tidak tetap tergantung situasi dan kondisi.
1.      Yama Brata, yakni lima jenis disiplin utama yang disebut mahavrata ‘janji agung’ : “ahimā satasteya brahmacaryāparigraha yamāh” (Yogasutra, II:30). Artinya dijabarkan sebagai berikut :
-          Ahimsa : Tidak bersikap dan berlaku kasar kepada sesama maupun kepada makhluk lain, baik melalui pikiran, ucapan maupun tindakan;
-          Satya : bersikap dan berperilaku bajik. Benar pada pikiran setia pada ucapan, dan jujur pada perbuatan;
-          Asetya : tidak mencuri atau menginginkan milik orang lain;
-          Brahmacarya : bersikap dan berlaku terkendali mengendalikan nafsu asmara;
-          Aparigraha : hidup sederhana atau tidak serakah. Dapat menerima kenyataan hidup apa aadanya. Hanya menerima yang sungguh-sungguh diperlukan.

2.      Niyama Brata, yakni lima disiplin penunjang untuk mengukuhkan yama brata : “Sauca samtosa tapah svādyāyesvara pranidhānāni niyamah” (Yogasutra, II : 32). Artinya diterangkan sebagai berikut :
-          Sauca : berusaha menjaga kebersihan dan kesucian diri, baik lahir maupun bathin. Termasuk di dalam kebersihan lingkungan. Dapat dilakukan dengan tirtayatra : mandi suci dan mendatangi orang suci untuk memohon siraman rohani;
-          Santosa : berusaha menjaga kestabilan emosi agar selalu tenang, arif, dan damai. Tidak resah menghadapi masalah hidup;
-          Tapa : berusaha untuk tahan uji. Melenyapkan ketidaksempurnaan diri dengan melakukan tapa. Pantang menyerah, berpegangan teguh pada dharma;
-          Swadhyaya : berusaha belajar mandiri. Tekun mempelajari kitab suci;
-          Iswarapranidhana : selalu berusaha memusatkan pikiran dan bhakti kepada Iswara ‘Tuhan’.

C.     Astangga Yoga
Astangga yoga berarti delapan tahapan yoga. Ke delapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya saling terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti menghancurkan system yoga dan itu berarti gagal, maka dalam lontar Tattwa Jnana disebutkan prayogasandhi. Delapan tahan yoga dimagsud adalah : yama, niyama, asana pranayama, prthyahara, dharana, dhyana, Samadhi. Yama dan Niyama adalah dasar moral yoga seperti yang telah dibahas dalam etika yoga di atas. Jadi tidak perlu dibahas lagi. Enam tahapan yoga lanjutannya diterangkan secara singkat sebagai berikut :
-          Asana. Kata asana berarti sikap duduk yakni duduk dengan sikap sempurna : duduk menurut system yoga. Maksudnya, orang akan mampu duduk dengan benar dan baik bilamana keadaan fisiknya sehat sempurna. Oleh karena itu, para peminat yoga pertama-tama hendaknya membina kebugaran fisiknya melalui olahraga yoga yang sering disebut yoga asana. Ada berbagai variasi asana itu dapat dikelompokkan dalam posisi (1) duduk, (2) berdiri termasuk di dalamnya posisi berdiri terbalik, dan (3) terlentang. Orang dapat memilih beberapa variasi asana. Jadi sesuaikan dengan keadaan fisik peminat yoga. Tidak diperkenankan terlalu memaksakan diri. Kebugaran fisik ditentukan oleh pola makan.
-          Pranayama. Kata Pranayama berarti latihan pernapasan, menurut system yoga. Pranayama terdiri atas (1) puraka ‘menarik nafas’, (2) kumbhaka ‘menahan napas’, recaka ‘mengeluarkan napas’. Ada beberapa jenis latihan nafas. Akan  tetapi yang paling umum adalah bernapas melalui hidung. Ada napas mendengus, keras , dan berat ada pula nafas rileks, halus alami. Dalam latihan pernapasan peserta yoga tidak dianjurkan terlalu memaksakan diri. Tujuan utama latihan pernapasan adalah agar tidak mengalami gangguan pernapasan. Jadi, dapat bernapas lega dan alami.
-          Prathyahara,kata prathyahara berarti penarikan dari, artinya menarik indriya dari objek kesukaannya. Masing-masing indra memiliki kesenangan sendiri-sendiri, misal indra mata suka akan rupa dan warna indah, tetapi benci kepada rupa dan warna yang buruk. Bila indria dapat diawasi pikiran maka ia tidak akan berkeliaran pada objeknya namun ia akan mengikuti pikiran. Hal ini bukanlah mudah, ia dapat dicapai melalui latihan yang lama penuh kesabaran.
-           Dharana. Kata dharana berarti tindakan memegang, membawa, menguasai, memiliki. Setelah indra ditarik dari objeknya dan di bawa pengawasan manah atau pikiran maka langkah lebih lanjut adalah memegang atau menguasai indra-indra itu dan memusatkan pikiran pada objek meditasi. Pemusatan pikiran dapat dilakukan pada salah satu cakra ‘simpul daya bathin’. Maharsi Patanjali mengajarkan tiga cara dharana : (1) menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada satu titik objek saja; (2) menentramkan gerak-gerik pikiran dengan watak lemah-lembut, penuh kasih saying, ceria, dan tenang baik dalam keadaan duka ataupun suka; dan (3) mengkonsentrasikan indra nafas yang keluar masuk tubuh.
-          Dyana. Kata dyana berarti meditasi, refleksi, pemusatan pikiran disebut juga kontemplasi atau renungan mendalam. Maharsi Patanjali menjelaskan : “Tatra pratyaikatanata dhyanam” artinya, arus pikiran tekonsentrasi tak putus-putusnya pada objek renungan. Seperti halnya air sungai yang terus melaju menuju laut, demikian pulalah hendaknya renungan itu terpusat pada Iswara ‘Tuhan’.
-          Samadhi. Kata Samadhi berasal dari urat kata sam dan dhi. Sam artinya kumpulan persamaan, gundukan, timbunan. Sedangkan dhi artinya pikiran, ide-ide, budi. Dengan demikian, secara etimologis Samadhi berarti pemusatan atau kumpulan pikiran yang ditujukan kepada satu objek sasarannya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Samadhi adalah pengalaman unik dan langka yang disebut pengalaman religious. Orang yang pernah mengalami pengalaman ini pastilah siddhi dan atau taksu ‘daya supra dan kharisma’. Ia adalah orang yang tercerahi, maka berkeperibadian sentosa. Bebas dari penderitaan. Langka adanya orang yang berhasil mengalami pengalaman ini. Dikatakan bahwa, hanya ia yang tekun yang berhasil menjapai keadaan ini.

2.2              PANDANGAN YOGA TENTANG TUHAN
Dalam ajaran yoga mengakui adanya Tuhan. Adanya Tuhan dipandang lebih bernilai praktis dari  pada bersifat teoritis yang merupakan tujuan terakhir dari yoga. Tentang hal ini dikemukakan oleh Maharsi Patanjali dan pula pada komentator ajaran yoga yang menyatakan bahwa keberadaan Tuhan dapat dibuktikan dengan adanya alam semesta beserta isinya. Maka itu sistem yoga bersifat teori dan praktek terhadap keberadaan Tuhan tersebut.
Tuhan dalam ajaran yoga dipandang sebagai jiwa yang Maha Agung yang mengatasi jiwa perorangan dan bebas dari semua penderitaan. Dia adalah Maha Sempurna, kekal abadi, maha kuasa, dan maha mengetahui. Sedangkan jiwa perorangan diliputi oleh klesa-klesa seperti kebingungan, rasa aku, keinginan yang berlebihan, ketakutan dan kematian. Manusia dalam hidupnya melakukan berbagai pekerjaan yang ada baik, buruk, dan campuran keduanya, yang semua ini merupakan karma dan karma wasana dapat mempengaruhi kehidupan di dunia. Tuhan adalah Roh yang abadi yang tidak tersentuh oleh duka cita, maha kuasa, berada dimana-mana dan maha tahu. Ia adalah penguasaa tertinggi di dunia ini, yang mempunyai pengetahuan tak terbatas, kekuatan yang tak terbatas yang membedakan ia dari pribadi-pribadi yang lain.
Bhakti kepada Tuhan tidak hanya merupakan praktek yoga, tetapi juga merupakan sarana pemusatan pikiran dan Samadhi. Tuhan akan memberikan karunia kepada seseorang yang bhakti kepada-Nya berupa kesucian dan penerangan bathin. Tuhan melenyapkan semua rintangan jalan orang-orang yang berbhakti kepada-Nya, seperti duka cita dan menempatkannya dalam suasana yang menyenangkan. Namun sementara rahmat Tuhan dapat bekerja dengan mengagumkan pada diri kita, maka kita harus siap menerimanya, dengan jalan cinta kasih, murah hati, jujur, suci dan sabar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar