Selasa, 19 November 2013

Hindu di Bali



Konsepsi Monotheisme Dalam Kehidupan Agama Hindu Di Bali
Agama Hindu di India maupun agama Hindu di lain tempat misalnya di Jawa maupun di Bali tak mempunyai perbedaan dalm inti keagamaannya, yang berbeda hayalah kulit luarnya saja yaitu tentang pelaksanaan upacaranya,sedangkan isinya dan intinya tetap sama. Ajaran Wedanya tetap abadi, intinya tidak berubah hanya bagian luarnya yang bervariasi, menyesuaikan dengan budaya setempat dimana agama itu berkembang.
              Ajaran Hindu yang berkembang di Indonesia adalah ajaran çiwa sidhanta. Yaitu ajaran yang menekankan pada pemujaan Lingga dengan tokoh Tri Murti yaitu Brahma, Wisnu, Siwa. Serta pada Tri Purusa yaitu parama Siwa,Sada Siwa dan Siwa. Pengertian Tri Purusa ialah lukisan Tuhan sebagai penguasa alam atas, alam tengah dan alam bawah yang dilukiskan sebagai Parama Siwa (atas), Sada Siwa (tengah), dan Siwa (Bawah). Sedangkan Tuhan sebagai penguasa arah laut (kelod), tengah dan kaja (gunung), disebut Tri Murti, yaitu Brahma arah Laut, tengah Siwa dan arah Gunung Wisnu.
Siwa Sidhanta berasal dari kata Siwa dan Sidhanta, Siwa berarti paham Siwa sedangkan Sidhanta berarti pengetahuan tertinggi. Karena barang siapa yang mengetahui tentang Sidhanta ia akan dianggap dewasa walaupun ia masih anak-anak. Jadi Siwa Sidhanta berarti ajaran Siwa yang tertinggi.
              Kitab Weda dikenal dengan nama “Weda Sirah” kata Sirah berarti kepala atau pokok-pokok, karena ajaran tersebut diambil atau dipetik pada bagian-bagian penting dari dari Catur Weda. Jadi dengan demikian Weda Sirah berarti pokok-pokok inti Weda.
Di Bali ajaran Siwa Sidhanta berkembang luas sampai kini, adapun Maharsi yang mengembngkan ajaran Siwa Sidhanta Ke Bali ialah Mpu Kuturan dan Hyang Nirarta.  Mpu Kuturan membawa konsepsi pemujaan pada Tri Murti sedangkan Hyang Nirata tentang konsepsi Tri Purusa, bangunan padmasana ajaran Panca Yadnya dan lain-lainnya.
Membicarakan masalah ketuhanan tidak terlepas dari teori sumber penciptan alam. Teori-teori yang mengupas tentang sumber penciptaan alam semesta, kalau di India melalui pustaka suci Upanisad, namun di Bali melalui Tattwa, seperti Wraspati Tattwa, Ganapati Tattwa, Tattwa Jnana, Purwa Bali Kemulan, Bhuwana Kosa Aji Sanghya dan lain-lainnya. Jadi dengan demikian apa yang disebut Tattwa di Bali adalah ajaran agama yang memuat tentang teori ketuhanan (Parama Siwa).
Jadi perhatikan realitas kehidupan agama Hindu di Bali, lebih menitik beratkan  kepercayaannya kepada Tri Murti sebagai Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Sang Hyang Widhi. Ketiga Dewa Tri Murti tersebut pada hakekatnya adalah lambang dari ketiga proses Dunia, yaitu Sristhi (ciptaan) yang disebut Brahma, Sthiti (Perlindungan) yang disebut Wisnu dan Pralaya (pengembalian pada unsur semula) yang disebut Siwa. Ketiga tersebut disemboliskan dengan Aksara Suci “Om” yang terdiri dari Ang berarti Brahma, Ung berarti Wisnu dan Mang berarti Siwa, jadi Ang + Ung + Mang sama dengan “Om”. Hal tersebut sering terlihat pada setiap permulaan dari Mantera dan “pemahbah”  (permulaan) tulisan lontar-lontar di Bali yang dimulai dengan ucapan “Om Awignam Astu” yang artinya semoga atas nama Hyang Widhi dengan ketiga manifestasi-Nya, terhindar dari Mara bahaya. 
1.      Paramaśiwa Tattwa adalah kategori kesadaran Bhṭāra Śiwa yang tertinggi, yaitu kesadaran abadi yang bebas nilai, nirguna dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu, niskala. Oleh karena itu Paramaśiwa adalah kesadaran yang tidak terpikirkan. Tidak ada bentuk dan sifat apa pun yang dapat menjadi tanda untuk menandai Bhṭāra Śiwa dalam kategori kesadaran tertinggi ini. Walaupun demikian, setidak-tidaknya untuk orientasi pendakian spiritual disimbolkan juga dengan yang disebut  nāda (   ). Secara theologies, dengan menguasai pengetahuan yang membebaskan kesadaran terunggul ini dapat dipahami sebagai esensi Bhṭāra Śiwa, yaitu kesadaran termurni yang abadi dan universal. Esensi Tuhannya penganut paham Śiwasiddhānta Indonesia.
2.      Sadāśiwa Tattwa adalah kategori kesadaran Bhṭāra Śiwa yang berpribadi yang senantiasa aktif, karena memiliki guna, saguṇa: serba tahu dan serba kerja. Pribadi Agung dilukiskan duduk aktif di singgasana-Nya yang disebut Padmāsana. Padmāsana adalah Caduśakti, empat keesaan-Nya: Mahatahu, Mahakarya, Mahasempurna, dan Mahakuasa. Oleh kartena itu, secara teologis Sadāśiwa dapat dipahami sebagai eksistensi dari Bhṭāra Śiwa dan \dalam aksara Bali disimbulkan dengan windu (  o ).
3.      Atmika Tattwa Iadalah kategori kesadaran yang dikaryakan. Kesadaran yang dititahkan untuk menjadi roh mahakarya-Nya. Untuk itu, kesadaran ini menyusup – menguntai pada Hakikat Ketiadaan, Māyā Tattwa. Hubungan antara  Sadāśiwa dengan Ātmika diibaratkan seperti matahari dengan sinarnya, yaitu sinar yang menyusup untuk mendapat wujud dan sifat relative, Māyā. Dalam aksara Bali dilambangkan dengan Adracandra  (   ) (Suka yasa dan Sarjana : 2011 : 74).

Bila dikaji dari kitab suci weda maupun dari praktek keagamaan di India dan Indonesia (Bali) maka Tuhan Yang Maha Esa disebut dengan banyak nama. Berbagai wujud digambarkan untuk Yang Maha Esa itu, walaupun sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa itu tidak berwujud, dan di dalam bahasa-bahasa Sansekerta disebut Acityarupa yang artinya : tidak berwujud dalam pikiran manusia (Monier:993:9), dan dalam bahasa Jawa Kuno dinyatakan “tan kagrahita dening manah mwang indriya” (tidak terjangkau oleh akal dan indriya manusia). Jelasnya bagi kita bahwa Hyang Widhi Wasa adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ia disebut juga Brahman dan berbagai nama lainnya. Bila Tuhan Yang Maha Esa dipuja dengan aneka persembahan, maka ia dipuja sebagai Tuhan yang personal, yang berkepribadian. Sang Hyang Widhi hanya satu tetapi umat Hindu di Indonesia member gelar atau menyebut-Nya dengan berbagai nama sesuai dengan fungsi dan swabawanya masing-masing seperti :
a.    Sanghyang Tunggal yang artinya Tuhan yang bersifat Esa tidak ada duanya dan tidak terbatas.
b.   Sanghyang Guru yang nantinya Tuhan menjadi guru, seluruh alam dan isinya semua adalah sisya-nya, disamping hal tersebut Sang Hyang Guru juga mengandung makna bahwa Tuhan merupakan sumber segala ilmu.
c.    Sanghyang Sangkan Paran kata sangkan berarti asal mula, sedangkan paran berarti tujuan kembali seluruh alam. Jadi Sang Hyang Sangkan Paran berarti Tuhan yang menjadi asal dan tujuan kembalinya seluruh alam beserta isinya. Karena makhliuk di dunia  ini asal mulanya adalah dari Tuhan, sehingga ia harus kembali ke asal yaitu Tuhan.
d.   Sanghyang Jagatnatha atau Sanghyang Prajapati yang artinya Tuhan menjadi raja seluruh alam beserta isinya. Karena kata jagat sama dengan kata Praja, yang artinya alam, sedangkan kata Natha sama dengan Pati yang artinya Raja. Ini berarti Tuhan memegang kekuasaan yang mutlak terhadap seluruh isi alam semesta ini. Seluruh isi ala mini harus tunduk dan menurut pada perintah-Nya.
e.    Sanghyang Prameҫwara atau Maheҫwara artinya Tuhan pemegang pimpinan yang tertinggi terhadap seluruh ala mini.
f.    Sanghyang Triloka Sarana yang artinya Tuhan sebagai pelindung ketiga ala mini, yaitu alam bawah (Bhur), alam tengah (Bwah), alam atas (Swah).
g.   Sanghyang Paraatma yaitu gelar Tuhan dalam keadaan sebagai atma atau jiwa yang tertinggi, yaitu menjiwai seluruh makhluk alam semesta.
h.   Sanghyang Parama Kawi artinya Tuhan  dalam fungsinya perencana atau mengarang tertinggi dari keadaan alam dan makhluk, misalnya tentang keindahan alam, kehidupan di dunia dan lain-lain.
i.     Sanghyang Wenang yaitu gelar yang diberi pada Tuhan, karena Tuhan dianggap sebagai pemegang wewenang dan kekuasaan yang mutlak dan membentuk susunan peraturan alam sehingga terjadi keharmonisan.
j.     Sanghyang Tuduh yaitu gelar yang diberikan pada Tuhan karena Ia memegang untung nasib makhluk di dunia.
k.   Sanghyang Prama Wisesa gelar yang diberikan kepada Tuhan dalam keadaan sebagai penguasa tertinggi yang menguasai segala-galanya, baik yang aka nada, Ialah yang menguasai segala yang ada dan tiada.
l.     Sanghyang acintya yaitu gelar Tuhan karena Ia tidak terpikirkan oleh manusia, tak seorangpun yang mengerti keadaan-Nya yang sebenarnya, tidak dapat dihayalkan dengan tepat wujud dan rupanya karena Ia amat gaib tidak tertangkap oleh pikiran manusia.

Demikian beberapa gelar atau sebutan Tuhan yang sesuai dengan fungsi dan kekuatan-Nya. Walaupun beliau diberi banyak gelar atau sebutan namun sesungguhnya Beliau adalah Tunggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar