Konsepsi Monotheisme Dalam
Kehidupan Agama Hindu Di Bali
Agama Hindu di India maupun agama Hindu
di lain tempat misalnya di Jawa maupun di Bali tak mempunyai perbedaan dalm
inti keagamaannya, yang berbeda hayalah kulit luarnya saja yaitu tentang
pelaksanaan upacaranya,sedangkan isinya dan intinya tetap sama. Ajaran Wedanya
tetap abadi, intinya tidak berubah hanya bagian luarnya yang bervariasi,
menyesuaikan dengan budaya setempat dimana agama itu berkembang.
Ajaran Hindu yang berkembang di
Indonesia adalah ajaran çiwa sidhanta.
Yaitu ajaran yang menekankan pada pemujaan Lingga dengan tokoh Tri Murti yaitu
Brahma, Wisnu, Siwa. Serta pada Tri Purusa yaitu parama Siwa,Sada Siwa dan
Siwa. Pengertian Tri Purusa ialah lukisan Tuhan sebagai penguasa alam atas,
alam tengah dan alam bawah yang dilukiskan sebagai Parama Siwa (atas), Sada
Siwa (tengah), dan Siwa (Bawah). Sedangkan Tuhan sebagai penguasa arah laut
(kelod), tengah dan kaja (gunung), disebut Tri Murti, yaitu Brahma arah Laut,
tengah Siwa dan arah Gunung Wisnu.
Siwa
Sidhanta berasal dari kata Siwa dan Sidhanta, Siwa berarti paham Siwa
sedangkan Sidhanta berarti pengetahuan tertinggi. Karena barang
siapa yang mengetahui tentang Sidhanta ia akan dianggap dewasa walaupun ia
masih anak-anak. Jadi Siwa Sidhanta berarti ajaran Siwa yang tertinggi.
Kitab Weda dikenal dengan nama “Weda Sirah” kata Sirah berarti kepala atau
pokok-pokok, karena ajaran tersebut diambil atau dipetik pada bagian-bagian
penting dari dari Catur Weda. Jadi dengan demikian Weda Sirah berarti
pokok-pokok inti Weda.
Di Bali ajaran Siwa Sidhanta berkembang
luas sampai kini, adapun Maharsi yang mengembngkan ajaran Siwa Sidhanta Ke Bali
ialah Mpu Kuturan dan Hyang Nirarta. Mpu Kuturan membawa konsepsi pemujaan pada Tri
Murti sedangkan Hyang Nirata tentang konsepsi Tri Purusa, bangunan padmasana
ajaran Panca Yadnya dan lain-lainnya.
Membicarakan masalah ketuhanan tidak
terlepas dari teori sumber penciptan alam. Teori-teori yang mengupas tentang
sumber penciptaan alam semesta, kalau di India melalui pustaka suci Upanisad,
namun di Bali melalui Tattwa, seperti Wraspati Tattwa, Ganapati Tattwa, Tattwa
Jnana, Purwa Bali Kemulan, Bhuwana Kosa Aji Sanghya dan lain-lainnya. Jadi
dengan demikian apa yang disebut Tattwa di Bali adalah ajaran agama yang memuat
tentang teori ketuhanan (Parama Siwa).
Jadi
perhatikan realitas kehidupan agama Hindu di Bali, lebih menitik beratkan kepercayaannya kepada Tri Murti sebagai
Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Sang Hyang Widhi. Ketiga Dewa Tri
Murti tersebut pada hakekatnya adalah lambang dari ketiga proses Dunia, yaitu
Sristhi (ciptaan) yang disebut Brahma, Sthiti (Perlindungan) yang disebut Wisnu
dan Pralaya (pengembalian pada unsur semula) yang disebut Siwa. Ketiga tersebut
disemboliskan dengan Aksara Suci “Om” yang
terdiri dari Ang berarti Brahma, Ung berarti Wisnu dan Mang berarti Siwa, jadi Ang + Ung + Mang
sama dengan “Om”. Hal tersebut sering
terlihat pada setiap permulaan dari Mantera dan “pemahbah” (permulaan)
tulisan lontar-lontar di Bali yang dimulai dengan ucapan “Om Awignam Astu” yang artinya semoga atas nama Hyang Widhi dengan
ketiga manifestasi-Nya, terhindar dari Mara bahaya.
1. Paramaśiwa
Tattwa adalah kategori kesadaran Bhṭāra Śiwa yang tertinggi, yaitu
kesadaran abadi yang bebas nilai, nirguna
dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu, niskala. Oleh karena itu Paramaśiwa
adalah kesadaran yang tidak terpikirkan. Tidak ada bentuk dan sifat apa pun
yang dapat menjadi tanda untuk menandai Bhṭāra
Śiwa dalam kategori kesadaran tertinggi ini. Walaupun demikian,
setidak-tidaknya untuk orientasi pendakian spiritual disimbolkan juga dengan
yang disebut nāda ( ). Secara theologies, dengan menguasai
pengetahuan yang membebaskan kesadaran terunggul ini dapat dipahami sebagai
esensi Bhṭāra Śiwa, yaitu kesadaran
termurni yang abadi dan universal. Esensi Tuhannya penganut paham Śiwasiddhānta Indonesia.
2. Sadāśiwa Tattwa adalah
kategori kesadaran Bhṭāra Śiwa yang
berpribadi yang senantiasa aktif, karena memiliki guna, saguṇa: serba tahu dan serba kerja. Pribadi Agung dilukiskan duduk
aktif di singgasana-Nya yang disebut Padmāsana.
Padmāsana adalah Caduśakti, empat keesaan-Nya: Mahatahu, Mahakarya,
Mahasempurna, dan Mahakuasa. Oleh kartena itu, secara teologis Sadāśiwa dapat dipahami sebagai
eksistensi dari Bhṭāra Śiwa dan
\dalam aksara Bali disimbulkan dengan windu
( o
).
3. Atmika Tattwa Iadalah
kategori kesadaran yang dikaryakan. Kesadaran yang dititahkan untuk menjadi roh
mahakarya-Nya. Untuk itu, kesadaran ini menyusup
– menguntai pada Hakikat Ketiadaan, Māyā
Tattwa. Hubungan antara Sadāśiwa dengan Ātmika diibaratkan seperti matahari dengan sinarnya, yaitu sinar
yang menyusup untuk mendapat wujud dan sifat relative, Māyā. Dalam aksara Bali dilambangkan dengan Adracandra ( ) (Suka yasa dan Sarjana : 2011 : 74).
Bila
dikaji dari kitab suci weda maupun dari praktek keagamaan di India dan
Indonesia (Bali) maka Tuhan Yang Maha Esa disebut dengan banyak nama. Berbagai
wujud digambarkan untuk Yang Maha Esa itu, walaupun sesungguhnya Tuhan Yang
Maha Esa itu tidak berwujud, dan di dalam bahasa-bahasa Sansekerta disebut
Acityarupa yang artinya : tidak berwujud dalam pikiran manusia (Monier:993:9),
dan dalam bahasa Jawa Kuno dinyatakan “tan kagrahita dening manah mwang
indriya” (tidak terjangkau oleh akal dan indriya manusia). Jelasnya bagi kita
bahwa Hyang Widhi Wasa adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ia disebut juga Brahman dan
berbagai nama lainnya. Bila Tuhan Yang Maha Esa dipuja dengan aneka
persembahan, maka ia dipuja sebagai Tuhan yang personal, yang berkepribadian.
Sang Hyang Widhi hanya satu tetapi umat Hindu di Indonesia member gelar atau
menyebut-Nya dengan berbagai nama sesuai dengan fungsi dan swabawanya
masing-masing seperti :
a. Sanghyang Tunggal
yang artinya Tuhan yang bersifat Esa tidak ada duanya dan tidak terbatas.
b. Sanghyang Guru
yang nantinya Tuhan menjadi guru, seluruh alam dan isinya semua adalah
sisya-nya, disamping hal tersebut Sang Hyang Guru juga mengandung makna bahwa
Tuhan merupakan sumber segala ilmu.
c. Sanghyang Sangkan Paran
kata sangkan berarti asal mula, sedangkan paran berarti tujuan kembali seluruh
alam. Jadi Sang Hyang Sangkan Paran berarti Tuhan yang menjadi asal dan tujuan
kembalinya seluruh alam beserta isinya. Karena makhliuk di dunia ini asal mulanya adalah dari Tuhan, sehingga
ia harus kembali ke asal yaitu Tuhan.
d. Sanghyang Jagatnatha
atau Sanghyang Prajapati yang artinya
Tuhan menjadi raja seluruh alam beserta isinya. Karena kata jagat sama dengan
kata Praja, yang artinya alam, sedangkan kata Natha sama dengan Pati yang
artinya Raja. Ini berarti Tuhan memegang kekuasaan yang mutlak terhadap seluruh
isi alam semesta ini. Seluruh isi ala mini harus tunduk dan menurut pada
perintah-Nya.
e. Sanghyang Prameҫwara
atau Maheҫwara artinya Tuhan pemegang
pimpinan yang tertinggi terhadap seluruh ala mini.
f. Sanghyang Triloka Sarana
yang artinya Tuhan sebagai pelindung ketiga ala mini, yaitu alam bawah (Bhur),
alam tengah (Bwah), alam atas (Swah).
g. Sanghyang Paraatma
yaitu gelar Tuhan dalam keadaan sebagai atma atau jiwa yang tertinggi, yaitu
menjiwai seluruh makhluk alam semesta.
h. Sanghyang Parama Kawi
artinya Tuhan dalam fungsinya perencana
atau mengarang tertinggi dari keadaan alam dan makhluk, misalnya tentang
keindahan alam, kehidupan di dunia dan lain-lain.
i. Sanghyang Wenang
yaitu gelar yang diberi pada Tuhan, karena Tuhan dianggap sebagai pemegang
wewenang dan kekuasaan yang mutlak dan membentuk susunan peraturan alam
sehingga terjadi keharmonisan.
j. Sanghyang Tuduh
yaitu gelar yang diberikan pada Tuhan karena Ia memegang untung nasib makhluk
di dunia.
k. Sanghyang Prama Wisesa
gelar yang diberikan kepada Tuhan dalam keadaan sebagai penguasa tertinggi yang
menguasai segala-galanya, baik yang aka nada, Ialah yang menguasai segala yang
ada dan tiada.
l. Sanghyang acintya
yaitu gelar Tuhan karena Ia tidak terpikirkan oleh manusia, tak seorangpun yang
mengerti keadaan-Nya yang sebenarnya, tidak dapat dihayalkan dengan tepat wujud
dan rupanya karena Ia amat gaib tidak tertangkap oleh pikiran manusia.
Demikian
beberapa gelar atau sebutan Tuhan yang sesuai dengan fungsi dan kekuatan-Nya.
Walaupun beliau diberi banyak gelar atau sebutan namun sesungguhnya Beliau
adalah Tunggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar