Yoga Marga
Kata yoga berasal dari
bahasa Sansekerta yuj, artinya
menghubungkan atau hubungan , yakni hubungan yang harmonis dengan objek yoga.
Tetapi apakah yang dimagsud? Maharsi Patanjali dalam kitabnya, Yogasutra (I:2)
mendifinisikan yoga : yogas citta vrtti
nirodhah. Artinya, mengendalikan gerak-gerik, pikiran, atau cara untuk
mengendalikan tingkah-polah pikiran yang cenderung liar, bias, dan lekat
terpesona oleh aneka ragam objek (yang di khayalkan) member nikmat. Objek
keinginan yang dipikirkan member rasa nikmat itu lebih sering kita pandang ada
di luar diri. Maka kita selalu pergi mencari. Bagi sang yogin. Inilah pangkal
kemalangan manusia. Sebagai makhluk malang, karena sibuk sebagai pelayan
melayani berbagai aneka keinginan. Dan, ternyata keinginan itu tidak pernah
dipuaskan.
Oleh karena itu, kini
kita mulai menyadari bahwa mengendalikan pikiran adalah hal yang terpenting.
Mengendalikan dalam konteks yoga lebih berarti amuter tutur pinahayu
‘membalik kesadaran secara benar’ (Kanwa, X:1). Artinya, kesadaran yang
sebelumnya cebderung mengarah keluar dan suka berada di luar diri adalah
kesadaran yang lebih cenderung terjebak, karena seringkali didasari oleh
pengetahuan yang keliru. Oleh sebab itu, kini kesadaran itu mesti dibalik.
Maksudnya, pikiran hendaknya diusahakan berdasarkan atas pengetahuan yang
benar. Biar seimbang dan tidak cenderung lupa diri, sewaktu-waktu dalam waktu
yang tepat kita perlu meluangkan waktu untuk membalik pikiran, yakni diarahkan
ke dalam diri dengan cara :
1.
Duduk mantap
dalam diam terpejam;
2.
Dengan nafas
halu alami;
3.
Lalu secara
rileks menarik pikiran (indra) agar terlepas sebentar dari aneka objek
nikmatnya diluar;
4.
Terus diarahkan
kembali pulang kandang, ke dalam diri;
5.
Terus dibiaskan
terkonsentrasi menembus lapis-lapis dirimenuju pada satu titik pusat meditasi
(missal, paada salah satu cakra ‘simpul bathin’);
6.
Disitu lalu
ditenangkan, dimurnikan, dan dikontemplasikan dalam renungan mendalam;
7.
Dan bila
berhaasil mencapai puncak perenungan mendalam itu, maka terseraplah dalam
kelenyapan dalam itu, kebahagiaan sejati.
Kata sang Rsi, ia yang ulah pageh ‘tekun berusaha dan mantap’
seperti itulah yang disebut-sebut sebagai orang yang berhasil dalam yoga :
mendapat pencerahan yang membehagiakan. Cirinya, ia punya siddhi atau taksu
‘daya bathin dan kharisma’. Mpu Kanwa mengisyaratkan kepada kita bahwa, yoga
adalah jalan kesucian untuk menemukan,memahami, dan mengalami kemanunggalan
yang suci. Pengalaman religious itu sulit dilukiskan dengan kata-kata, karena
itu Mpu Kanwa memakai bahasa kias. Diri kita diibaratkan sebagai sebuah
tempayang yang berisi air. Secara potensial, di setiap tempayang yang berisi
air pastilah berisi bayangan bulan. Pada tempayang yang airnya keruh dan kocak
bayangan bulan itu tentulah tidak tampak. Sebaliknya, pada tempayang yang berisi
air bersih, jernih, tenang bayangan bulan tampak jelas. Yang dimagsud bayangan
bulan adalah jiwa. Lebih tepatnya Atma ‘roh atau Sang Diri Sejati’. Demikianlah
sesungguhnya keberadaan Atma ‘roh’ itu
pada setiap yang menjadi, pada setiap orang. Akan tetapi, Atma ‘roh’ menjadi
sakala ‘tampak nyata’ hanya pada ia yang rajin mengamalkan yoga.
Simpul kata, yoga
adalah jalan untuk mulat sarira ‘merefleksi diri, introspeksi diri’ yang
menyebabkan orang tahu diri. Disebut juga sebagai jalan panyupatan ‘ruwatan’ yang
dapat menjadikan orang suci lahir dan bathin. Suci berarti sahrdaya, yakni sehati dalam Tuhan Yang Mahasuci.
Tujuan riil (jangka
pendek) orang belajar yoga adalah agar menjadi manusia rahayu : sehat dan
bahagia lahir dan bathin, tidak sakit-sakitan, terhindar dari penderitaan. Agar
menjadi manusia sadar:dapat melakasanakan tugas hidup sebagai mana mestinya.
Sementara tujuan ideal
(jangka panjang), yakni mendapatkan pengalaman religius, yakni
mengetahui,mendalami dan mengalami kemanunggalan dengan Sang Jati Diri,
manunggalnya Atma ‘roh individu’ dengan Brahman ‘roh semesta, Tuhan’. Akan tetapi,
bagi pengagum daya magis, siddhi ‘kekuatan
supranatural’ itulah dijadikan tujuan utamanya, maka ia melaksanakan yoga yang
khas. Ajaran yoga adalah anugrah yang luar biasa besarnya dari Rsi Patanjali
kepada siapa saja yang melaksanakan hidup kerohanian. Ajaran ini merupakan
bantuan kepada mereka yang ingin menginsyafi kenyataaan adanya roh sebagai azaz
yang bebas, bebas dari tubuh indriya dan pikiran yang terbatas. Karya pertama
dari ajaran ini ialah yoga sutra tulisan Rsi Patanjali. Beliaulah pendiri
sistim ajaran yoga, walaupun unsure-unsur ajarannya sudah ada sebelum karya
tulis ini.
A.
Penciptaan Alam
Semesta Menurut Ajaran Yoga
Dalam ajaran yoga dijelaskan bahwa dua asasi pokok
yaitu Purusa dan Prakerti merupakan suatu kenyataan terakhir dari segala
sesuatu. Jumlah Purusa jamak dan alam semesta dialirkan dari Prakerti, dengan
perkembangan dari mahat/budhi, ahamkara, manas, panca buhindriya, panca
karmendriya, panca tan matra dan panca maha butha yang diterima oleh yoga.
Dalam proses penciptaan alam semesta menurut ajaran
yoga sama pula dengan ajaran samkya yaitu secara evolusi dimana citta dipandang
sebagai hasil pertama dari perkembangan prakerti. Yang dimagsud dengan citta
ialah gabungan budhi, ahamkara, dan manas. Citta memantulkan kesadaran dari
purusa sehingga dengan demikian citta menjadi sadar dan berfungsi dengan
bermacam-macam cara.
Tiap purusa berhubungan dengan suatu citta, yang
disebut dengan karana citta. Karana citta dapat berkembang dan mengecil sesuai
dengan tubuh atau tempat yang ditempatinya. Karana citta mengecil dalam tubuh
binatang tetapi mengembang dalam tubuh manusia. Karana citta yang berhubungan
dengan suatu tubuh disebut karya citta. Tujuan system yoga adalah mengendalikan
citta dalam keadaan yang semula, yang murni tanpa perubahan sehingga dengan
demikian purusa dibebaskan dari pendderitaan. Di dalam hidup sehari-hari citta
menyamakan diri dengan yang disebut wretti, yaitu bentuk perubahan citta dalam
menyesuaikan diri dengan objek pengamatan.
Dengan memulai aktifitas citta purusa tampak
seolaholah berbahagia dan menderita. Aktivitas citta dipengaruhi oleh Tri Guna,
sehingga dengan demikian manusia terlibat dalam samsara, yaitu mengalami
kelahiran berulangkali. Kecendrungan manusia mengalami penderitaan itu ialah
karena disebabkan oleh klesa-klesa yang ada dalam dirinya yaitu :
Awidya (ketidaktahuan), asmita yaitu menyamakan
purusa dengan tubuh, pikiran dan
perasaan diri pribadi, raga (terikaat pada nafsu), dwesa (ke-engganan untuk
menderita), dan abhinewesa (keinginan hidup yang panjang)
Agar purusa dapat dilepaskan dari ikatan dari
prakerti, seorang hendaknya dapat menindas wretti, yaitu dengan meniadakan
klesa-klesa sebab klesa-klesa itu mewujudkan suatu fungsi yang menjadi suatu
dasar pembentukan karma, yang menimbulkan awidya. Jadi di dalam hidup kejiwaan
manusia terdapat suatu perputaran yang tiada putus-putusnya, yaitu perputaran
wretti, keinginan klesa-klesa, ketidaktahuan dan sebagainya.
B.
Etika Yoga :
Yama – Niyama Brata
Untuk dapat ekagra ‘memusatkan pikiran secara benar
dan baik’ lalu mencapai nirudha
‘keadaan senang sentosa’, orang pertama-tama dianjurkan untuk mentaati brata
yoga ‘disiplin yoga’ yang disebut Yama dan Niyama Brata. Yama artinya
pengekangan diri yang mesti senantiasa dilaksanakan. Sedangkan Niyama Brata
adalah janji dari yang dapat dipandang sebagai pengokoh yama. Niyama dapat
dilaksanakan secara tidak tetap tergantung situasi dan kondisi.
1.
Yama Brata,
yakni lima jenis disiplin utama yang disebut mahavrata ‘janji agung’ : “ahimā satasteya brahmacaryāparigraha
yamāh” (Yogasutra, II:30). Artinya dijabarkan sebagai berikut :
-
Ahimsa : Tidak
bersikap dan berlaku kasar kepada sesama maupun kepada makhluk lain, baik
melalui pikiran, ucapan maupun tindakan;
-
Satya : bersikap
dan berperilaku bajik. Benar pada pikiran setia pada ucapan, dan jujur pada
perbuatan;
-
Asetya : tidak
mencuri atau menginginkan milik orang lain;
-
Brahmacarya :
bersikap dan berlaku terkendali mengendalikan nafsu asmara;
-
Aparigraha :
hidup sederhana atau tidak serakah. Dapat menerima kenyataan hidup apa aadanya.
Hanya menerima yang sungguh-sungguh diperlukan.
2.
Niyama Brata,
yakni lima disiplin penunjang untuk mengukuhkan yama brata : “Sauca samtosa tapah svādyāyesvara
pranidhānāni niyamah” (Yogasutra, II : 32). Artinya diterangkan sebagai
berikut :
-
Sauca : berusaha
menjaga kebersihan dan kesucian diri, baik lahir maupun bathin. Termasuk di
dalam kebersihan lingkungan. Dapat dilakukan dengan tirtayatra : mandi suci dan
mendatangi orang suci untuk memohon siraman rohani;
-
Santosa :
berusaha menjaga kestabilan emosi agar selalu tenang, arif, dan damai. Tidak
resah menghadapi masalah hidup;
-
Tapa : berusaha
untuk tahan uji. Melenyapkan ketidaksempurnaan diri dengan melakukan tapa.
Pantang menyerah, berpegangan teguh pada dharma;
-
Swadhyaya :
berusaha belajar mandiri. Tekun mempelajari kitab suci;
-
Iswarapranidhana
: selalu berusaha memusatkan pikiran dan bhakti kepada Iswara ‘Tuhan’.
C.
Astangga Yoga
Astangga yoga berarti delapan tahapan yoga. Ke
delapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya saling terkait. Mengabaikan
salah satu komponen penting tahapan ini berarti menghancurkan system yoga dan
itu berarti gagal, maka dalam lontar Tattwa
Jnana disebutkan prayogasandhi. Delapan
tahan yoga dimagsud adalah : yama, niyama, asana pranayama, prthyahara,
dharana, dhyana, Samadhi. Yama dan Niyama adalah dasar moral yoga seperti yang
telah dibahas dalam etika yoga di atas. Jadi tidak perlu dibahas lagi. Enam
tahapan yoga lanjutannya diterangkan secara singkat sebagai berikut :
-
Asana. Kata
asana berarti sikap duduk yakni duduk dengan sikap sempurna : duduk menurut
system yoga. Maksudnya, orang akan mampu duduk dengan benar dan baik bilamana
keadaan fisiknya sehat sempurna. Oleh karena itu, para peminat yoga
pertama-tama hendaknya membina kebugaran fisiknya melalui olahraga yoga yang
sering disebut yoga asana. Ada berbagai variasi asana itu dapat dikelompokkan
dalam posisi (1) duduk, (2) berdiri termasuk di dalamnya posisi berdiri
terbalik, dan (3) terlentang. Orang dapat memilih beberapa variasi asana. Jadi
sesuaikan dengan keadaan fisik peminat yoga. Tidak diperkenankan terlalu
memaksakan diri. Kebugaran fisik ditentukan oleh pola makan.
-
Pranayama. Kata
Pranayama berarti latihan pernapasan, menurut system yoga. Pranayama terdiri
atas (1) puraka ‘menarik nafas’, (2) kumbhaka ‘menahan napas’, recaka
‘mengeluarkan napas’. Ada beberapa jenis latihan nafas. Akan tetapi yang paling umum adalah bernapas
melalui hidung. Ada napas mendengus, keras , dan berat ada pula nafas rileks,
halus alami. Dalam latihan pernapasan peserta yoga tidak dianjurkan terlalu
memaksakan diri. Tujuan utama latihan pernapasan adalah agar tidak mengalami
gangguan pernapasan. Jadi, dapat bernapas lega dan alami.
-
Prathyahara,kata
prathyahara berarti penarikan dari, artinya menarik indriya dari objek
kesukaannya. Masing-masing indra memiliki kesenangan sendiri-sendiri, misal
indra mata suka akan rupa dan warna indah, tetapi benci kepada rupa dan warna
yang buruk. Bila indria dapat diawasi pikiran maka ia tidak akan berkeliaran
pada objeknya namun ia akan mengikuti pikiran. Hal ini bukanlah mudah, ia dapat
dicapai melalui latihan yang lama penuh kesabaran.
-
Dharana. Kata dharana berarti tindakan
memegang, membawa, menguasai, memiliki. Setelah indra ditarik dari objeknya dan
di bawa pengawasan manah atau pikiran maka langkah lebih lanjut adalah memegang
atau menguasai indra-indra itu dan memusatkan pikiran pada objek meditasi.
Pemusatan pikiran dapat dilakukan pada salah satu cakra ‘simpul daya bathin’.
Maharsi Patanjali mengajarkan tiga cara dharana : (1) menguasai indra-indra
agar tetap terkonsentrasi pada satu titik objek saja; (2) menentramkan
gerak-gerik pikiran dengan watak lemah-lembut, penuh kasih saying, ceria, dan
tenang baik dalam keadaan duka ataupun suka; dan (3) mengkonsentrasikan indra
nafas yang keluar masuk tubuh.
-
Dyana. Kata
dyana berarti meditasi, refleksi, pemusatan pikiran disebut juga kontemplasi
atau renungan mendalam. Maharsi Patanjali menjelaskan : “Tatra pratyaikatanata dhyanam” artinya, arus pikiran
tekonsentrasi tak putus-putusnya pada objek renungan. Seperti halnya air sungai
yang terus melaju menuju laut, demikian pulalah hendaknya renungan itu terpusat
pada Iswara ‘Tuhan’.
-
Samadhi. Kata
Samadhi berasal dari urat kata sam dan
dhi. Sam artinya kumpulan persamaan,
gundukan, timbunan. Sedangkan dhi
artinya pikiran, ide-ide, budi. Dengan demikian, secara etimologis Samadhi
berarti pemusatan atau kumpulan pikiran yang ditujukan kepada satu objek sasarannya
adalah Tuhan Yang Maha Esa. Samadhi adalah pengalaman unik dan langka yang
disebut pengalaman religious. Orang yang pernah mengalami pengalaman ini
pastilah siddhi dan atau taksu ‘daya supra dan kharisma’. Ia
adalah orang yang tercerahi, maka berkeperibadian sentosa. Bebas dari
penderitaan. Langka adanya orang yang berhasil mengalami pengalaman ini.
Dikatakan bahwa, hanya ia yang tekun yang berhasil menjapai keadaan ini.
2.2
PANDANGAN YOGA TENTANG TUHAN
Dalam ajaran yoga
mengakui adanya Tuhan. Adanya Tuhan dipandang lebih bernilai praktis dari pada bersifat teoritis yang merupakan tujuan
terakhir dari yoga. Tentang hal ini dikemukakan oleh Maharsi Patanjali dan pula
pada komentator ajaran yoga yang menyatakan bahwa keberadaan Tuhan dapat
dibuktikan dengan adanya alam semesta beserta isinya. Maka itu sistem yoga
bersifat teori dan praktek terhadap keberadaan Tuhan tersebut.
Tuhan dalam ajaran yoga
dipandang sebagai jiwa yang Maha Agung yang mengatasi jiwa perorangan dan bebas
dari semua penderitaan. Dia adalah Maha Sempurna, kekal abadi, maha kuasa, dan
maha mengetahui. Sedangkan jiwa perorangan diliputi oleh klesa-klesa seperti
kebingungan, rasa aku, keinginan yang berlebihan, ketakutan dan kematian.
Manusia dalam hidupnya melakukan berbagai pekerjaan yang ada baik, buruk, dan
campuran keduanya, yang semua ini merupakan karma dan karma wasana dapat
mempengaruhi kehidupan di dunia. Tuhan adalah Roh yang abadi yang tidak
tersentuh oleh duka cita, maha kuasa, berada dimana-mana dan maha tahu. Ia
adalah penguasaa tertinggi di dunia ini, yang mempunyai pengetahuan tak
terbatas, kekuatan yang tak terbatas yang membedakan ia dari pribadi-pribadi
yang lain.
Bhakti kepada Tuhan
tidak hanya merupakan praktek yoga, tetapi juga merupakan sarana pemusatan
pikiran dan Samadhi. Tuhan akan memberikan karunia kepada seseorang yang bhakti
kepada-Nya berupa kesucian dan penerangan bathin. Tuhan melenyapkan semua
rintangan jalan orang-orang yang berbhakti kepada-Nya, seperti duka cita dan
menempatkannya dalam suasana yang menyenangkan. Namun sementara rahmat Tuhan
dapat bekerja dengan mengagumkan pada diri kita, maka kita harus siap
menerimanya, dengan jalan cinta kasih, murah hati, jujur, suci dan sabar.